Mebel, Furniture, Plakat, Fandel, Souvenir, Kenang - Kenangan, Piala, Kerajinan Tangan, Kerajinan Asli Jepara, Asesoris, Hadiah dari Kayu Sebagai Wadah Atas hasil Dari Karya Seni khas Jepara
Thursday, December 15, 2016
Saturday, December 3, 2016
Friday, September 2, 2016
Monday, August 15, 2016
Sunday, June 19, 2016
Saturday, April 9, 2016
Sunday, March 13, 2016
Friday, March 4, 2016
TUGAS DAKWAH PARA WALI JAMAN DAHULU
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Riwayat masa lampau sebagai obyek studi sejarah, berkenaan dengan
peristiwa-peristiwa pada kehidupan manusia yang menyangkut segala aspeknya.
Dalam penuturan sejarah, peristiwa-peristiwa tadi diurutkan kurun-kurun waktu secara
kronologis. Dari analisis sejarah tentang suatu peristiwa atau suatu masalah,
kita dapat mengadakan prediksi terhadap hal-hal tersebut pada masa yang akan
datang. Pemilihan suatu gejala atau suatu masalah dengan menggunakan pendekatan
sejarah, ini termasuk pemilihan yang dinamis, karena memperhatikan urutan
prosesnya dari waktu kewaktu.
Sejarah dapat diartikan sebagai
riwayat tentang masa lampau atau suatu bidang ilmu pengetahuan yang menyelidiki
dan menuturkan riwayat masa lampau tersebut sesuai dengan dapat melepaskan diri
dari kejadian dan serta kenyataan masa sekarang yang sedang kita alami bersama
dan tidak pula kita lepaskan dari perspefktif masa depan.
Perkembangan peradaban masa
lalu merupakan perpaduan antara Hindu-Budha dengan Islam, yang membawa akibat
adanya Versi baru dalam hal kehidupan keagamaan dan budaya masyarakat sekarang
ini. Hal ini sejalan dengan konsep sejarah, yaitu adanya kemajuan dalam
menganalisis suatu peristiwa dengan tanpa meninggalkan analisis peristiwa masa
lampau.
Perkembangan dakwah islam bukan
saja memerlukan kuantitas para Da’i ataupun kuantitas lembaga-lembaga dakwah
yang mengorganisir dan mencetak para Da’i melainkan harus dilengkapi oeh
beberapa syarat atau faktor-faktor lain. Perjalanan dakwah islamiyah di tanah
air kita harus terus dikembangkan, karena merupakan tugas suci bagi setiap
muslim yang cinta akan agamanya. Demi keberhasilannya dalam berdakwah harus
ditunjang dalam berbagai syarat, diantaranya adalah adanya metode dakwah yang
sempurna. Dalam rangka inilah kelompok kami mencoba mengetengahkan sekelumit
sejarah tentang sistem dakwah yang digunakan Sunan Gunung Jati, Sunan Muria dan
Sunan Drajat yang telah berhasil merintis jalannya dakwah di pulau Jawa.
Sehingga beliau berhasil mengembangkan ajaran Islam dan memperoleh umat yang
begitu banyak, khususnya di pulau Jawa.
B. Rumusan
Masalah
1. Metode
dakwah sunan Drajat
2. Metode
dakwah sunan Muria
3. Metode
dakwh sunan Gunung Jati
C. Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengtahui metode dakwah sunan Drajat
2. Untuk
mengetahui metode dakwah sunan Muria
3. Untuk
mengetahui metode dakwah sunan Gunung Jati
BAB II
PEMBAHASAN
A. Metode
dakwah Sunan Drajat
Sunan Drajat
terkenal akan kearifan dan kedermawanannya.
Ia menurunkan kepada para pengikutnya kaidah tak saling menyakiti , baik melalui perkataan maupun perbuatan.
"Bapang den simpangi , ana catur mungkur", demikian petuahnya yang berarti :
Jangan dengarkan pembicaraan yang menjelek-jelakan orang lain , apalagi melakukan perbuatan tersebut.
Sunan Drajat memperkenalkan Islam melalui kosep dakwah bil-hikmah , dengan cara-cara bijak , tanpa memaksa.
Dalam menyampaikan ajarannya , Sunan Drajat menempuh 5 cara.
» Pertama , lewat pengajian secara langsung di masjid atau langgar.
» Kedua , melalui penyelenggaraan pendidikan di pesantren.
» Ketiga , memberi fatwa atau petuah dalam menyelesaikan suatu masalah.
» Keempat , melalui kesenian tradisional dengan kerap berdakwah lewat tembang yang diiringi gamelan.
Karena itu ia dikenal sebagai seorang wali pencipta tembang Mocopat yakni Pangkur.
Sisa-sisa Gamelan Singo Mengkoknya kini tersimpan di Museum Daerah.
» Kelima , ia juga menyampaikan ajaran agama melalui ritual adat tradisional , asal tidak bertentang dengan ajaran Islam.
Empat pokok ajaran Sunan Drajat dari sap tangga ketujuh yang terakhir adalah
1. Paring teken marang kang kalunyon lan wuta = Berikan tongkat kepada yang terpeleset dan buta.
2. Paring pangan marang kang kaliren = Berikan makan kepada yang kelaparan.
3. Paring sandang marang kang kawudan = Berikan pakaian kepada yang telanjang.
4. Paring payung marang kang kodanan = Berikan payung kepada yang kehujanan.
Sunan Drajat sangat memperhatikan masyarakatnya.
Ia kerap berjalan mengitari perkampungan pada malam hari , sehingga penduduk merasa aman dan terlindungi dari gangguan makhluk halus yang konon merajalela selama dan setelah pembukaan hutan tersebut.
Ia juga sering mengobati warga yang sakit dengan ramuan tradisional dan doa.
Ia menurunkan kepada para pengikutnya kaidah tak saling menyakiti , baik melalui perkataan maupun perbuatan.
"Bapang den simpangi , ana catur mungkur", demikian petuahnya yang berarti :
Jangan dengarkan pembicaraan yang menjelek-jelakan orang lain , apalagi melakukan perbuatan tersebut.
Sunan Drajat memperkenalkan Islam melalui kosep dakwah bil-hikmah , dengan cara-cara bijak , tanpa memaksa.
Dalam menyampaikan ajarannya , Sunan Drajat menempuh 5 cara.
» Pertama , lewat pengajian secara langsung di masjid atau langgar.
» Kedua , melalui penyelenggaraan pendidikan di pesantren.
» Ketiga , memberi fatwa atau petuah dalam menyelesaikan suatu masalah.
» Keempat , melalui kesenian tradisional dengan kerap berdakwah lewat tembang yang diiringi gamelan.
Karena itu ia dikenal sebagai seorang wali pencipta tembang Mocopat yakni Pangkur.
Sisa-sisa Gamelan Singo Mengkoknya kini tersimpan di Museum Daerah.
» Kelima , ia juga menyampaikan ajaran agama melalui ritual adat tradisional , asal tidak bertentang dengan ajaran Islam.
Empat pokok ajaran Sunan Drajat dari sap tangga ketujuh yang terakhir adalah
1. Paring teken marang kang kalunyon lan wuta = Berikan tongkat kepada yang terpeleset dan buta.
2. Paring pangan marang kang kaliren = Berikan makan kepada yang kelaparan.
3. Paring sandang marang kang kawudan = Berikan pakaian kepada yang telanjang.
4. Paring payung marang kang kodanan = Berikan payung kepada yang kehujanan.
Sunan Drajat sangat memperhatikan masyarakatnya.
Ia kerap berjalan mengitari perkampungan pada malam hari , sehingga penduduk merasa aman dan terlindungi dari gangguan makhluk halus yang konon merajalela selama dan setelah pembukaan hutan tersebut.
Ia juga sering mengobati warga yang sakit dengan ramuan tradisional dan doa.
B. Metode sunan Muria
Berbeda dengan sang
ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah yang sangat terpencil
dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Tempat tinggal beliau
terletak di salah satu puncak Gunung Muria yang bernama Colo. Di
sana Sunan Muria banyak bergaul dengan rakyat jelata sambil
mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan
melaut.
Sunan muria menyebarkan
agama islam kepada para pedagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Cara
beliau menyebarkan agama islam dengan tetap mempertahankan kesenian gamelan dan
wayang sebagai alat dakwah. Beliau juga yang telah menciptakan berbagai tembang
jawa. Salah satu hasil dakwah beliau melalui media seni adalah tembang Sinom
dan Kinanti. Tempat dakwahnya berada di sekitar gunung muria, kemudian
dakwahnya diperluas meliputi Tayu, Juwana, kudus, dan lereng gunung muria. Ia
dikenal dengan sebutan sunan muria karena tinggal di gunung muria.
Lewat tembang-tembang
itulah ia mengajak umatnya mengamalkan ajaran Islam. Karena itulah, Sunan Muria
lebih senang berdakwah pada rakyat jelata ketimbang kaum bangsawan. Maka daerah
dakwahnya cukup luas dan tersebar. Mulai lereng-lereng Gunung Muria, pelosok
Pati, Kudus, Juana, sampai pesisir utara. Cara dakwah inilah yang
menyebabkan Sunan Muria dikenal sebagai sunan yang suka berdakwah topo ngeli.
Yakni dengan ''menghanyutkan diri'' dalam masyarakat.
Sunan Muria sering
berperan sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak
(1518-1530). Beliau dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai
masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat
diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari
Jepara, Tayu, Juwana hingga sekitar Kudus dan Pati.
Tak ada yang meragukan
reputasi Sunan Muria dalam berdakwah. Dengan gayanya yang moderat, mengikuti
Sunan Kalijaga, menyelusup lewat berbagai tradisi kebudayaan Jawa. Misalnya
adat kenduri pada hari-hari tertentu setelah kematian anggota keluarga, seperti
nelung dino sampai nyewu, yang tak diharamkannya. Hanya, tradisi berbau
klenik seperti membakar kemenyan atau menyuguhkan sesaji diganti dengan doa
atau salawat. Sunan Muria juga berdakwah lewat berbagai kesenian Jawa, misalnya
mencipta macapat, lagu Jawa. Lagu sinom dan kinanti dipercayai sebagai karya
Sunan Muria, yang sampai sekarang masih lestari.
Sunan muria adalah wali yang terkenal memiliki
kesaktian. Ia memiliki fisik yang kuat karena sering naik turun gunung muria
yang tingginya sekitar 750 meter. Bayangkan, jika ia dan istrinya atau muridnya
harus naik turun gunung setiap hari untuk menyebarkan agama islam kepada penduduk
setempat, atau berdakwah kepada para nelayan dan pelaut serta para pedagang.
Hal itu tidak dapat dilakukannya tanpa fisik yang kuat.
C. Metode dakwah sunan Gunung Jati
Dalam menyebarkan agama islam di Tanah Jawa, Sunan Gunung Jati tidak
bekerja sendirian, beliau sering ikut bermusyawarah dengan anggota wali lainnya
di Masjid Demak. Bahkan disebutkan beliau juga membantu berdrinya Masjid Demak.
Dari pergaulannya dengan Sultan Demak dan para Wali lainnya ini akhirnya Syarif
Hidayatullah mendirikan Kesultanan Pakungwati di Cirebon dan ia memproklamirkan
diri sebagai Raja yang pertama dengan gelar Sultan. Pada era Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan gelar
Sunan Gunung Jati dapat dikatakan sebagai era keemasan (Golden Age)
perkembangan Islam di Cirebon. Sebelum Syarif Hidayatullah, Cirebon
dipimpin oleh Pangeran Cakrabuana (1447-1479) merupakan rintisan pemerintahan
berdasarkan asas Islam, dan setelah Syarif Hidayatullah, pengaruh para penguasa
Cirebon masih berlindung di balik kebesaran nama Syarif Hidayatullah.
Sebagai anggota Wali Songo dalam berdakwahnya Sunan Gunung Jati menerapkan
berbagai metode dalam proses islamisasi di tanah Jawa. Adapun ragam metode
dakwahnya adalah sebagai berikut :
1.
Metode “maw’izhatul
hasanah wa mujahadalah bilati hiya ahsan”. Dasar metode ini merujuk pada
Al-qur’an surat An-Nahl ayat 125, yang artinya: “Seluruh manusia kepada jalan
tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk
2.
Metode
“Al-Hikmah” sebagai sistem dan cara berdakwah para wali yang merupakan
jalan kebijaksanaan yang diselanggarakan secara populer, atraktif dan
sensasional. Cara ini mereka pergunakan dalam menghadapi masyarakat awam.
Dengan tata cara yang amat bijaksana, masyarakat awam itu mereka hadapi secara
masal, kadang-kadang terlihat sensasional bahkan ganjil dan unik sehingga
menarik perhatian umum.
3.
Metode
“Tadarruj” atau “Tarbiyatul Ummah”, dipergunakan sebagai proses
klasifikasi yang disesuaikan dengan tahap pendidikan umat, agar ajaran islam
dengan mudah dimengerti oleh umat dan akhirnya dijalankan oleh masyarakat
secara merata. Metode ini diperhatikan setiap jenjang, tingkat, bakat. Materi
dan kurikulumnya, tradisi ini masih tetap dipraktekan dilingkungan pesantren.
4.
Metode
pembentukan dan penanaman kader serta penyebaran juru dakwah ke berbagai
daerah. Tempat yang dituju ialah daerah yang sama sekali kosong dari pengaruh
Islam.
5.
Metode
kerjasama, dalam hal ini diadakan
pembagian tugas masing-masing para wali dalam mengislamkan masyarakat tanah
Jawa. Misalnya Sunan Gunung Jati bertugas menciptakan doa mantra untuk
pengobatan lahir batin, menciptakan hal-hal yang berkenaan dengan pembukaan
hutan, transmigrasi atau pembangunan masyarakat desa.
6.
Metode
musyawarah, para Wali sering berjumpa dan bermusyawarah membicarakan berbagai
hal yang berkaitan dengan tugas dan perjuangan mereka. Semetara dalam pemilihan
wilayah dakwahnya tidaklah sembarangan dengan mempertimbangkan faktor
geogstrategi yang sesuai dengan kondisi zamannya.
7.
Sunan
Gunung Jati sendiri dilingkungan masyarakatnya selain sebagai pendakwah, juga
berperan sebagai politikus, pemimpin dan juga berperan sebagai budayawan.
Pemilihan Cirebon sebagai pusat aktivitas dakwahnya Sunan Gunung Jati, tidak
dapat dilepaskan hubungannya dengan jalur perdagangan, demikian juga telah
dipertimbangkan dari aspek sosial, politik, ekonomi, nilai geostrategi,geopolitik,geoekonomi
yang menentukan keberhasilan penyebaran islam selanjutnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Para sunan
sebernarnya memiliki peranan yang amat sangat penting dalam penyebaran ajaran
islam sehingga, dapat menjadikan islam seperti sekarang.
B.
Penutup
Sekian makalah
saya buat, apabila ada kesalahan penulisan pada makalah saya, saya ucapkan
mohon maaf.
Subscribe to:
Posts (Atom)